Membangun kebun masyarakat merupakan kewajiban dari setiap
perusahaan kelapa sawit yang ada di Indonesia. Khususnya untuk luasan di atas
1000 ha. Ketentuannya perusahaan wajib memfasilitasi perkebunan plasma minimal 20
persen dari luas perkebunan inti. Jika tidak dilakukan, maka berpotensi terjadi
pencabutan izin usaha pekebunan.
Lalu mengapa aturan mensyaratkan hal tersebut? Salah satu
alasannya untuk mencegah terjadi konflik sosial. Kepemilikan lahan yang cukup luas
berpotensi menimbulkan berbagai masalah. Mengingat akan ada kelompok masyarakat
di sekitar kebun yang tidak lagi mendapatkan akses terhadap lahan dan
memperoleh manfaat secara ekonomi,sosial dan budaya.
Pengembangan plasma diharapkan dapat menjadi buffer
bagi keberlanjutan usaha perkebunan. Pasalnya masyarakat sekitar turut menjaga
keberlangsungan usaha pada perusahaan. Selain itu dengan adanya pengembangan kebun
masyarakat, perusahaan mendapatkan tambahan supply bahan baku.
Hanya saja, kabar buruknya, belum semua perusahaan mengembangkan
plasma sesuai dengan ketentuan. Bahkan sejumlah perusahaan yang telah lama
beroperasi namun belum membangun kebun plasma sampai dengan minimal 20 persen
dari luasan kebunnya. Ini terjadi karena
adanya pembiaran dari pemerintah daerah.
Tidak heran jika saat ini banyak perusahaan yang mengalami
konflik sosial dengan masyarakat sekitar. Bahkan harus mengeluarkan dana besar untuk
meredam berbagai masalah yang terjadi.
Jadi plasma itu bukan sekedar kewajiban perusahaan, namun perlu dilakukan untuk memastikan bisnis perkebunan yang dikembangkan berkelanjutan. Selain itu dengan perusahaan menguasai lahan tertentu maka mengurangi kesempatan masyarakat memanfaatkan hasil dari lahan tersebut untuk menguatkan ekonominya.
No comments:
Post a Comment